peluang usaha

Selasa, 07 Februari 2012

KEHANCURAN KERAJAAN TURKI USMANI DAN PEMBAHARUAN PEMIKIRAN DI KALANGAN MASYARAKAT TURKI

A. Kehancuran Kerajaan Turki Usmani
Sebelum pada akhirnya kerajaan Turki Usmani mengalami fase kehancuran, telah terlebih dahulu terjadi periode kemunduran. Kemunduran ini dimulai sejak abad ke XVII, ditandai dengan tidak adanya pengganti yang sepadan sejak Sulaiman Al Qanuni meninggal dunia. Ketiadaan pemimpin yang memiliki pengaruh kuat ini menyebabkan banyak terjadinya pemberontakan-pemberontakan, seperti misalnya di Siria dibawah pimpinan Kurdi Jumbulat, di Lebanon di bawah pimpinan Druze Amir Fakhruddin.
Selain itu konflik dengan Negara-negara tetangga seperti pasca penyerangan ke wilayah Wina dan Venezia serta konflik dengan Syah Abbas dari Persia turut memperkeruh keadaan kerajaan.
Moh. Nurhakim dalam bukunya[1], mengutip pernyataan dari Prof. K. Ali (1997: 373-374) menyatakan beberapa faktor kemunduran Kerajaan Turki Usmani adalah sebagai berikut:
Pertama, luasnya wilayah kekuasaan usmani yang akhirnya tidak mampu dikendalikan dari pusat.
Kedua, pemberontakan yang dilakukan berkali-kali oleh Jennisary yang bekerjha dengan dinasti Mamluk di Mesir.
Ketiga, penguasa yang tidak cakap setelah Sulaiman Al Qanuni. Kelemahan ini lebih disebabkan masuknya sikap hedonism di kalangan istana.
Keempat, akibat sejumlah peperangan yang membawa Turki Usmani pada kekalahan, menyebabkan perekonomian Usmani semakin terpuruk dari waktu ke waktu. Banyaknya wilayah yang melepaskan diri berarti mengurangi pemasukan untuk Negara. Sementara biaya militer, karena sering mengerahkan pasukan, menguras persediaan uang Negara yang semakin menipis.
Kelima, ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan militer akan keduanya, tidak terlalu berkembang. Hal ini menyebabkan teknik dan peralatan perang sangat terbatas. Maka tak heran jika Usmani banyak menerima kekalahan dalam perang melawan Negara-negara eropa.
Keenam, tumbuhnya gerakan nasionalisme di wilayah-wilayah yang selama ini dikuasai oleh Turki Usmani.
Seperti dijelaskan di atas, bahwa kekuatan kerajaan Turki Usmani mulai goyah sejak abad XVII, kekalahan perang melawan Negara-negara eropa menghasilkan konklusi wilayah-wilayah yang selama ini dikuasai oleh turki usmani harus diserahkan kepada Negara eropa atau dibiarkan memerdekakan diri.
Harun Nasution menjelaskan[2], pada saat itu di Eropa mulai pula timbul Negara-negara yang kuat, termasuk di Rusia dibawah kepemimpinan Peter yang Agung telah berubah menjadi Negara yang maju. Kekalahan peperangan Turki usmani menghadapi Negara-negara ini mengakibatkan daerahnya di eropa mulai mengecil sedikit demi sedikit. Diantaranya Yunani yang memperoleh kemerdekaannya pada 1829 M dan Rumania lepas pada 1856. Selanjutnya Negara-negara lain mengikuti sehingga pada akhir perang dunia I daerah Turki Usmani hanya mencangkup Asia kecil dan sebagian kecil dari daratan eropa timur.
Yang menjaid titik mula kehancuran Kerajaan Turki Usmani adalah campur tangan dari pihak eropa terutama Inggris dan Prancis.
Sebagaimana diketahui pada akhir abad ke delapanbelas imperium Turki tidak mampu lagi menghadang kemajuan militer Eropa. Rusia mampu menguasai Crimea dan memperkokoh diri di Laut Hitam, sementar pihak inggris seletah membantu manggagalkan invasi Napoleon di Mesir 1798 menjadi kekuatan militer dan perdagangan terkuat di Laut tengah. Ternyata rusia bermaksud merampas wilayah turki yang ada di Balkan di lain pihak inggris ingin menjadikan imperium Usmani sebagai benteng untuk menghadang ekspansi rusia dan melindungi kepentingan politik dan komersialnya di laut tengah. Dengan demikian imperium turki sedang dalam situasi krisis melindungi diri dari keseimbangan kekuatan eropa[3].
Pada tahun 1831, Muhammad Ali yang merupakan serang gubernur Usmani di Mesir yang independen (1805-1848) melakukan invasi ke Syiria. Sebagai jawabannya usmani emngadakan perjanjian Unkiar Skelessi (juli, 1833) dimana mereka melepaskan Dardanelles dan Boshporus kepada armada perang asing sebagai imbalan atas bantuan rusia. Pada 1840, Rusia, Inggris dan Austria mencapai kesepakatan bahwa Muhammad Ali harus menarik diri dari Syiria, lalu beberapa kekuatan eropa sepakat bahwasanya tidak boleh ada kapal perang melintasi boshporus dan Dardanelles selamam masa gencatan senjata.
Melalui persetujuan lanjutan pada 1841, kekuatan rusia dan inggris mengijinkan Muhammad Ali malakukan rezimnnya secara turun-temurun di mesir. Semua ini meunjukkan adanya campur tangan eropa untuk ikut menangani urusan usmani. Imperium usmani menjadi pemerintahan protektorat di eropa dan menjadi imperium gadaian sejumlah kekuatan adikuasa[4].
Perang dunia I menyempurnakan proses kesendirian imperium turki yang pada desember 1914 melibatkan diri dalam perang tersebut dengan bergabung bersama kubu jerman dan Austria. Pada 1918 sekutu eropa berhasil mengalahkan jerman, Austria dan usmani. Imbas dari kekalahan ini untuk turki usmani adalah kenyataan bahwa sejak tahun 1912-1920 usmani telah kehilangan seluruh wilayah imperium mereka di Balkan. Kemudian di wilayah timur tengah beberapa Negara baru terbentuk di libanon, syiria, palestina, Transjordan, dan irak.
Puncak dari kehancuran turki usmani adalah bahwa kerajaan ini lenyap dan sebagai gantinya timbul republic turki di tahun 1924 M

0 komentar:

Posting Komentar